Archive for September 2012

STRATEGI PEMBELAJARAN


.


1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kual­itasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular education goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru-peserta didik di dalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang satu dari strategi yang lain secara fundamental. istilah lain yang juga dipergunakan untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan perbuatan guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual tertentu, dinamakan prosedur instruksional.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.
  • Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
  • Kozma  (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
  • Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
  • Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
  • Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian di atas. 
Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.
 Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Strategi pembelajaran berbeda dengan desain instruksional karena strategi pembelajaran berkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan urutan umum per­buatan belajar-mengajar yang secara prinsip berbeda antara yang satu dengan yang lain, sedangkan desain instruksional menunjuk kepada cara-cara merencanakan sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk menggunakan satu atau lebih strategi pembelajaran tertentu. Kalau disejajarkan dengan pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi pembelajaran adalah ibarat melacak pelbagai kemungkinan macam rumah yang akan dibangun (joglo, rumah gadang, villa, bale gede, rumah gedung modern, dan sebagainya yang masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik), sedang­kan desain instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun kriteria penyelesaian dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan­-kemungkinan strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan-tujuan belajar, baik dalam arti efek instruksional maupun efek pengiring, yang ingin dicapai berdasarkan rumusan tujuan pendidikan yang utuh, di samping penguasaan teknis di dalam mendesain sistem lingkungan belajar-mengajar dan mengimplementasikan secara efektif apa yang telah direncanakan di dalam desain instruksional. (Akhmadsudrajat.2008)

2. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut Fathurrahman Pupuh (2007) metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih motode. Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan.
1.      Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan, seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan  lain-lain.
Adapun contoh-contoh dari metode pembelajaran ialah:
a.       Metode Pembelajaran Metode Eksperimen
 ”Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajar.
 Dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen, siswa diiberikan kesempatan untuk mengalami  sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan tentang suatu permasalahan terkait materi yang diberikan.
Peran guru sangat penting pada metode eksperimen, khususnya dalam ketelitian dan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan memaknai kegiatan eksperimen dalam kegiatan pembelajaran. Pemahaman siswa akan lebih kuat dan mendalam jika siswa diberikan kesempatan untuk mengalami secara langsung dalam suatu proses, analisis dan pengambilan kesimpulan terhadap suatu masalah. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pada siswa bahwa yang dipelajari merupakan suatu yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kelemahan-kelemahan metode eksperimen adalah:
1.Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.
2. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal.
3.Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan dan ketabahan. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan dan pengendalian.
b.Metode Pembelajaran  Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah)
 Metode problem solving (metode pemecahan masalah) merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan suatu permasalahan, yang kemudian dicari penyelasainnya dengan dimulai dari mencari data sampai pada kesimpulan. Seperti apa yang ungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain bahwa, Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
 Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam penggunaan metode problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.                          Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.
2.                          Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Menarik kesimpulan.
 Keunggulan-keunggulan metode problem solving (metode pemecahan masalah) adalah:
a.                          Pemecahan masalah (problem solving) merupakan tehnik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
b.                         Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan siswa kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c.                           Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.
d.                          Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e.                           Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 
f.                          Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
g.                         Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h.                          Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i.                           Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j.                            Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Kelemahan-kelemahan metode problem solving (metode pemecahan masalah) adalah: a.    Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat                      berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
b.Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran.
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.(Aadesanjaya.2011)


3.Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran :
1.      Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
2.      Tujuan pembelajaran yang akan dicapai
3.      Langkah-langkah  mengajar yang duperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
4.      Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
jika digambarkan dalam diagram venn
 Macam-macam model pembelajaran:
a.Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang lebih berpusat pada guru dan lebih mengutamakan strategi pembelajaran efektif guna memperluas informasi materi ajar.
1.Macam-Macam Pembelajaran Langsung
Adapun macam-macam pembelajaran langsung antara lain :
1          Ceramah, merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seorang kepada sejumlah pendengar.
2          Praktek dan latihan, merupakan suatu teknik untuk membantu siswa agar dapat menghitung dengan cepat yaitu dengan banyak latihan dan mengerjakan soal.
3          Ekspositori, merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah, hanya saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit.
4          Demonstrasi, merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah dan ekspositori, hanya saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit dan siswa lebih banyak dilibatkan.
5          Questioner
6          Mencongak
3.Ciri-Ciri pada Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung mempunyai ciri-ciri, antara lain :
1.        Proses pembelajaran didominasi oleh keaktifan guru.
2.        Suasana kelas ditentukan oleh guru sebagai perancang kondisi.
3.        Lebih mengutamakan keluasan materi ajar daripada proses terjadinya pembelajaran.
4.        Materi ajar bersumber dari guru.
3.Tujuan Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung dikembangkan untuk mengefisienkan materi ajar agar sesuai dengan waktu yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Dengan model ini cakupan materi ajar yang disampaikan lebih luas dibandingkan dengan model-model pembelajaran yang lain.
b.Model Pembelajaran Koeperati
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak­tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu.
1.Macam-Macam Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu;
1.        Student Teams Achievement Division (STAD)
2.        Group Investigation
3.        Jigsaw
4.        Structural Approach

2.Ciri-Ciri dan Tahapan pada Model Kooperatif
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.  siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
b.  kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
c.  jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda,
d. penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut.
1          Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
2          Menyampaikan informasi.
3          Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4          Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
5          Evaluasi atau memberikan umpan balik.
6          Memberikan penghargaan.
3.Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak­tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:
1        Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
2        Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain.
3        Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

c.Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
1.Macam-Macam Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997), antara lain :
1          Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya.
2          pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata.
3          belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata.
4          Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

2.Ciri-Ciri dan Tahapan pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah
ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001 : 349), antara lain :
1          Pengajuan pertanyaan atau masalah.
2          Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
3          Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4          Menghasilkan produk dan memamerkannya.
5          Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.

Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah berikut.
1          Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan
2          Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3          Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4          Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5          Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan..
3.Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari            masalah yang ada di sekitarnya.Akmadsudrajat.2008)






4.Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
 Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1.      Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar.(Smacepiring.2008)
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya.
Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari . Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untukmengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalahyang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesamateman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkanketrampilan sosial (social skills) .
 Lebih lanjut Schaible,Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan men      gajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
2.      Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba.
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.

3.Pendekatan Deduktif – Induktif
a.Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b.Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran:
(1) definisi disampaikan; dan
 (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.

Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.(Rochmanunes.2008)
3.Pendekatan Konsep dan Proses
a.       Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.(Smacepiring.2008).
b.      Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.(Smacepiring.2008)
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
3.      Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines.

 Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan      langkah-langkah .(Smacepiring.2008)

5.Sumber
Piring,smace.2008.((http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran) diakses tanggal 15 februari 2012-0212