1. Pengertian
Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia
militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk
memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi,
untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan
menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari
kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia
akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan
yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat
untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu
memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa
strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan,
method, or series of activities designed to achieves a particular education
goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi,
sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks dengan makna
yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar, strategi berarti
pola umum perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan
belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan
perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru-peserta
didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka konsep
strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan
guru-peserta didik di dalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit di balik
karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang satu
dari strategi yang lain secara fundamental. istilah lain yang juga dipergunakan
untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan perbuatan
guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual tertentu,
dinamakan prosedur instruksional.
Di
bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.
- Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
- Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
- Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
- Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
- Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Ada dua hal yang patut dicermati dari
pengertian-pengertian di atas.
Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini
berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana
kerja belum sampai pada tindakan.
Kedua, strategi disusun untuk mencapai
tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam
upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu
dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan
adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Strategi pembelajaran berbeda dengan desain
instruksional karena strategi pembelajaran berkenaan dengan kemungkinan variasi
pola dalam arti macam dan urutan umum perbuatan belajar-mengajar yang secara
prinsip berbeda antara yang satu dengan yang lain, sedangkan desain
instruksional menunjuk kepada cara-cara merencanakan sesuatu sistem lingkungan
belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk menggunakan satu atau
lebih strategi pembelajaran tertentu. Kalau disejajarkan dengan pembuatan
rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi pembelajaran adalah ibarat
melacak pelbagai kemungkinan macam rumah yang akan dibangun (joglo, rumah
gadang, villa, bale gede, rumah gedung modern, dan sebagainya yang
masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik), sedangkan desain
instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta
bahan-bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun
kriteria penyelesaian dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir,
setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa untuk dapat
melaksanakan tugas secara profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang
mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi pembelajaran sesuai dengan
tujuan-tujuan belajar, baik dalam arti efek instruksional maupun efek
pengiring, yang ingin dicapai berdasarkan rumusan tujuan pendidikan yang utuh,
di samping penguasaan teknis di dalam mendesain sistem lingkungan
belajar-mengajar dan mengimplementasikan secara efektif apa yang telah
direncanakan di dalam desain instruksional. (Akhmadsudrajat.2008)
2. Pengertian
Metode Pembelajaran
Menurut Fathurrahman Pupuh (2007) metode secara
harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu
cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya
dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan
pelajara pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru
dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih motode. Pemilihan metode terkait
langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai
dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh
secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk
dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu
komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama pentingnya dengan
komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan.
1.
Makin tepat metode
yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan
pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan,
seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan
lain-lain.
Adapun contoh-contoh dari metode pembelajaran ialah:
a. Metode Pembelajaran
Metode Eksperimen
”Metode eksperimen (percobaan) adalah cara
penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajar.
Dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan
metode eksperimen, siswa diiberikan kesempatan untuk mengalami sendiri
atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati objek, menganalisis,
membuktikan dan menarik kesimpulan tentang suatu permasalahan terkait materi
yang diberikan.
Peran
guru sangat penting pada metode eksperimen, khususnya dalam ketelitian dan
kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan memaknai kegiatan
eksperimen dalam kegiatan pembelajaran. Pemahaman siswa akan lebih kuat dan
mendalam jika siswa diberikan kesempatan untuk mengalami secara langsung dalam
suatu proses, analisis dan pengambilan kesimpulan terhadap suatu masalah. Hal
ini akan menimbulkan kepercayaan pada siswa bahwa yang dipelajari merupakan
suatu yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kelemahan-kelemahan
metode eksperimen adalah:
1.Metode
ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.
2.
Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu
mudah diperoleh dan mahal.
3.Metode
ini menuntut ketelitian, keuletan dan dan ketabahan. Setiap percobaan tidak
selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor
tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan dan pengendalian.
b.Metode
Pembelajaran Metode Problem Solving
(Pemecahan Masalah)
Metode problem solving (metode pemecahan
masalah) merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan suatu
permasalahan, yang kemudian dicari penyelasainnya dengan dimulai dari mencari
data sampai pada kesimpulan. Seperti apa yang ungkapkan oleh Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain bahwa, Metode problem solving (metode pemecahan
masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan metode
berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya
yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam penggunaan
metode problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.
Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.
2.
Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.
Menarik kesimpulan.
Keunggulan-keunggulan metode problem solving
(metode pemecahan masalah) adalah:
a.
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan
tehnik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
b.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan siswa kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa.
c.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.
d.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah
dalam kehidupan nyata.
e.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab
dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f.
Melalui pemecahan masalah (problem solving)
bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA,
sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau dari buku-buku saja.
g.
Pemecahan masalah (problem solving) dianggap
lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka
miliki dalam dunia nyata.
j.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat
mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar
pada pendidikan formal telah berakhir.
Kelemahan-kelemahan
metode problem solving (metode pemecahan masalah) adalah: a. Menentukan suatu masalah yang tingkat
kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya
serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan
kemampuan dan keterampilan guru.
b.Proses
belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang
cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran.
c.
Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi
dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan
sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar,
merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.(Aadesanjaya.2011)
3.Pengertian
Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model
pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau
metode pembelajaran :
1.
Rasional
teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
2.
Tujuan
pembelajaran yang akan dicapai
3.
Langkah-langkah mengajar yang duperlukan agar model
pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
4.
Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
jika digambarkan dalam diagram venn
Macam-macam model
pembelajaran:
a.Model
Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung merupakan model
pembelajaran yang lebih berpusat pada guru dan lebih mengutamakan strategi
pembelajaran efektif guna memperluas informasi materi ajar.
1.Macam-Macam
Pembelajaran Langsung
Adapun macam-macam
pembelajaran langsung antara lain :
1
Ceramah,
merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seorang kepada
sejumlah pendengar.
2
Praktek
dan latihan, merupakan suatu teknik untuk membantu siswa agar dapat menghitung
dengan cepat yaitu dengan banyak latihan dan mengerjakan soal.
3
Ekspositori,
merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah, hanya
saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit.
4
Demonstrasi,
merupakan suatu cara penyampaian informasi yang mirip dengan ceramah dan
ekspositori, hanya saja frekuensi pembicara/guru lebih sedikit dan siswa lebih
banyak dilibatkan.
5
Questioner
6
Mencongak
3.Ciri-Ciri pada
Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran
langsung mempunyai ciri-ciri, antara lain :
1.
Proses
pembelajaran didominasi oleh keaktifan guru.
2.
Suasana
kelas ditentukan oleh guru sebagai perancang kondisi.
3.
Lebih
mengutamakan keluasan materi ajar daripada proses terjadinya pembelajaran.
4.
Materi
ajar bersumber dari guru.
3.Tujuan
Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung dikembangkan
untuk mengefisienkan materi ajar agar sesuai dengan waktu yang diberikan dalam
suatu periode tertentu. Dengan model ini cakupan materi ajar yang disampaikan
lebih luas dibandingkan dengan model-model pembelajaran yang lain.
b.Model Pembelajaran Koeperati
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial.
Menurut Slavin (1997), pembelajaran
kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok
yang memiliki kemampuan heterogen.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok
kecil saling membantu dalam belajar.
Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan
pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan
guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu.
1.Macam-Macam Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif
yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu;
1.
Student
Teams Achievement Division (STAD)
2.
Group
Investigation
3.
Jigsaw
4.
Structural
Approach
2.Ciri-Ciri dan
Tahapan pada Model Kooperatif
Menurut
Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
b. kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
c. jika
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda-beda,
d. penghargaan
lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Pembelajaran
kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut.
1
Menyampaikan
tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
2
Menyampaikan
informasi.
3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4
Membantu
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
5
Evaluasi
atau memberikan umpan balik.
6
Memberikan
penghargaan.
3.Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga
tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai
berikut:
1
Meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
2
Penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, maupun ketidakmampuan. Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama
lain.
3
Mengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting
karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan
sosial.
c.Model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan
sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun
kompleks.
1.Macam-Macam Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut
Arends (1997), antara lain :
1
Pembelajaran
berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang
memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya.
2
pembelajaran
berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran
yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang
benar dan nyata.
3
belajar
otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa
mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam
konsteks kehidupan nyata.
4
Pembelajaran
bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti
metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
2.Ciri-Ciri dan
Tahapan pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah
ciri-ciri dari model pembelajaran
berdasarkan masalah menurut Arends (2001 : 349), antara lain :
1
Pengajuan
pertanyaan atau masalah.
2
Berfokus
pada keterkaitan antar disiplin.
3
Penyelidikan
autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis,
dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen
(jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4
Menghasilkan
produk dan memamerkannya.
5
Kolaborasi.
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat
dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.
Pengajaran
berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian
dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan
langkah-langkah berikut.
1
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan
2
Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
4
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
5
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan..
3.Tujuan
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak
dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh
dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu
para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran.
Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.Akmadsudrajat.2008)
4.Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu.
Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach).
Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran
yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1.
Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang
bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri
dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan
memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang
akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar,
sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif
dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar.(Smacepiring.2008)
Borko dan Putnam
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,guru memilih konteks
pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan
kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan
budaya yang berlaku dalam masyarakatnya.
Pemahaman,
penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi
dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari
. Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada
pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas
saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam
kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat
luas.
Dalam kelas
kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan,
menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan,
keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan
pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan
keterampilan proses, tetapi juga untukmengembangkan sikap, nilai, serta
kreativitas siswa dalam memecahkan masalahyang terkait dengan kehidupan mereka
sehari-hari melalui interaksi dengan sesamateman, misalnya melalui pembelajaran
kooperatif, sehingga juga mengembangkanketrampilan sosial (social skills)
.
Lebih lanjut Schaible,Klopher, dan Raghven,
dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan
siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak
didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang
konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan men gajak mereka untuk merancang cara dalam
mengatasi masalah.
2. Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme
merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba.
Piaget (1970),
Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio
(1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar
berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran
terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri
oleh pelajar.
Menurut teori
konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan
berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru.
Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion.
Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras
dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning.
Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya
dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya.
Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina
dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini
dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting
dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri
dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia
ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka
tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan
Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang
diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang
lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan
pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van
Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa
pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman
dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
3.Pendekatan Deduktif – Induktif
a.Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif
ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal
pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses
pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah
persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b.Pendekatan Induktif
Ciri uatama
pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk
membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin
merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi
dilingkungan.
Prince dan Felder
(2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan
pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan
teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik
baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus
dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak
mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif
menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam
Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi.
Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on
previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer
informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006)
menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan
menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen
logika. Contoh urutan pembelajaran:
(1) definisi
disampaikan; dan
(2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip
contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang
definisi yang disampaikan.
Alternatif
pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif
adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan
pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis
masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan
pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan
melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya,
menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami
konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006)
berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk
mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan
contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa
melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau
geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi,
tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa
yang diamati.
Dalam fase
pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah.
Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas
materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya
matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola
pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran
“yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada
hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan
masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir
induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.(Rochmanunes.2008)
3.Pendekatan Konsep dan Proses
a.
Pendekatan
Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep
yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan
konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing
untuk memahami konsep.(Smacepiring.2008).
b.
Pendekatan
Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama
pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses
seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan
mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan
sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan
langsung siswa dalam kegiatan belajar.(Smacepiring.2008)
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar
yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam
pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
3.
Pendekatan
Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National
Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of
science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran
yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini
siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep
dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM
dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an
interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in
order to meet the increasingdemands of a technical society, education must
integrate acrossdisciplines.
Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah
diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan
masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara
sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi
terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting
dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut
senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM
merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a
understand the many ways that scinence and technology shape culture, values,
and institution, and how such factors shape science and technology. STM
dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di
masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains
dan teknologi.
Hasil penelitian
dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 )
menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai
beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada
pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses,
dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai
fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat.
Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup
juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah
yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah-langkah .(Smacepiring.2008)
5.Sumber
Piring,smace.2008.((http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran) diakses tanggal 15 februari 2012-0212
Sudrajat,ahkmad.2008.((http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/)
Sanjaya,ade.2011. (http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/09/metode-pembelajaran-danmacam-macamnya.html)diakses
tanggal 15 februari 2012
Unnea,rochman.2008
(http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html)diakses tanggal 15 februari 2012